Minggu, Maret 15, 2009

Mengembangkan Pendidikan Usia Dini (PAUD) yang Berkualitas



Focus Group Discussion menjadi sebuah media dialog yang memungkinkan para pesertanya melepaskan gagasan-gasan inovatifnya, sekaligus curahan hati terhadap realita-realita yang ada. Dalam rangka menggali ide-ide kreatif dan data-data lapangan yang lebih akurat dalam pengembangan PAUD, pada hari Rabu, 02 Juli 2008 Bidang Daya Saing dan Kemandirian Masyarakat BAPEDA Provinsi DIY menyelenggarakan FGD yang bertajuk, ”Mengembangkan Penddikan Usia Dini (PAUD) yang Berkualitas”, di Ruang A BAPEDA DIY. Hadir dalam FGD tersebut unsur-unsur yang bergerak dalam PAUD dari pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM, organisasi sosial, penyelenggara TPA/RA dan lain-lain.
Menurut Bapak Muh. Farozin (Dosen UNY—Ketua Forum PAUD Provinsi DIY) selaku narasumber dalam FGD tersebut menyatakan bahwa Pendidikan Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pengembangan sumber daya manusia sejak dini merupakan langkah yang tepat karena usia dini merupakan usia yang sangat mempengaruhi bagi tumbuh kembangnya seluruh potensi anak yang akan digunakan dalam kehidupan mereka selanjutnya. Prinsip pelaksanaan program PAUD harus mengacu pada prinsip umum sebagai berikut : 1) non diskriminasi, 2) dilakukan demi kebaikan untuk anak, 3) mengakui adanya hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan yang mudah melekat pada anak; 4) penghargaan terhadap pendapat anak. PAUD bertujuan meletakkan dasar kea rah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan motorik halus) dan mengembangkan kemampuan potensi kecerdasannya secara optimal untuk mencapai kesiapan belajar ke jenjang selanjtnya (anak Indonesia yang berkualitas).
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan atau informal. Pada jalur pendidikan formal PAUD berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat. Pada jalur non formal kita bisa melihat PAUD dalam bentuk Kelompok Bermain (KB) / playgroup, Taman Penitipan Anak (TPA), Posyandu, Bina Keluarga Balita, Sekolah Minggu, BIA, rumah banjar, dan satuan PAUD sejenis bentuk lain yang sederajat.



Pada suatu hari Pak Fahrozin menemui fakta di lapangan ketika seorang anak lelaki memakai tindik anting-anting. Kemudian gurunya bertanya,”Kenapa memakai tindik anting-anting di sekolah”. Sang murid hanya menjawab,”Masalahnya Bapak saya juga pakai anting-anting”. Omongan anak tadi ternyata benar ketika Gurunya bertemu langsung dengan Bapaknya…”. Cerita Pak Fahrozin tersebut disambut senyuman oleh para peserta FGD. Cerita tersebut menunjukkan bahwa peranan pendidikan informal keluarga dan lingkungan memiliki pengaruh yang besar.
Perkembangan pendidikan anak usia dini menghadapai banyak tantangan dan permasalahan, antara lain yaitu 1) masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap arti pentingnya PAUD bagi perkembangan anak selanjutnya; 2) Belum semua daerah memiliki aparat yang secara khusus menangani PAUD hingga tingkat operasionalnya; 3) Kurangnya jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan PAUD; 4) Luasnya wilayah yang harus dilayani, dan masih banyak permasalahan lagi.
Percepatan dan pemerataan PAUD di DIY dipengaruhi oleh banyak unsure, baik ekskutif maupun legislative, Dinas-dinas terkait, Perguruan Tinggi, keluarga, lembaga PAUD, tokoh masyarakat, ulama/tokoh agama, pengusaha/wiraswastawan, PKK, dan LSM.
Apa yang disampaikan oleh Bapak Muh. Farozin diafirmatif dan dilengkapi oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DIY, Ibu Prof. Suwarsih Madya, Ph.D. dalam paparan beliau tentang “Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Usia Dini (PAUD) di Provinsi DIY”. Pandangan tentang PAUD antara kedua pembicara tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan yang signifikan. Muatan paparan keduanya saling melengkapi satu sama lain.
Prof. Suwarsih Madya, Ph.D. menyatakan bahwa pada usia kritis pertumbuhan anak dituntut banyak hal agar anak bisa berkembang secara optimal, yaitu meliputi : pemenuhan gizi, pencegahan penyakit, pendidikan dan pengasuhan anak berkelanjutan, perawatan kesehatan, perlindungan cidera dan keamanan, kasih sayang secara penuh, bermain dan bergaul dengan teman sebaya.
Dalam pengembangan PAUD Pemerintah Provinsi DIY merencanakan target pencapaian angka partisipasi PAUD dari 33,25 % pada tahun 2002 menjadi 60 % pada tahun 2009 dan 85 % pada tahun 2015 mendatang. Selain merencanakan target pada peningkatan angka partisipasi anak usia 0-6 tahun, juga pada peningkatan mutu dan jumlah lembaga perawatan dan pendidikan anak usia dini (TK, RA, Kelompok Bermain, Penitipan Anak dan Satuan PAUD Sejenis/Pos PAUD).
Tiga pilar kebijakan pemerintah dalam pembinaan PAUD jalur Pendidikan Non Formal : 1) perluasan dan pemerataan akses pelayanan PAUD kepada semua anak; 2) peningkatan mutu relevansi dan daya saing; 3) penguatan tata kelola akuntabilitas dan pencitraan publik.
Strategi yang diterapkan dalam pengembangan PAUD, antara lain :1) membangun system dukungan yang kuat dengan instansi terkait, 2) membangun/memberdayakan system managemen informasi yang didukung dengan system pendataan yang valid dan reliable, 3)memperkuat jaringan kurikulum dan memberdayakan tim pengembang kurikulum yang professional; 4) peningkatan kapasitas tenaga pendidikan dan kependidikan PAUD dan lain-lain.
Dalam diskusi, masukan-masukan dan saran yang dilontarkan oleh beberapa peserta antara lain, dari Mbak Imas Mulyani, unsur penyelenggara PAUD dari PKBI Banyuraden,”. PKBM itu memberi pelayanan PAUD secara gratis, lalu bagaimana tenaga pendidik itu makan, menyekolahkan anaknya. Banyak pendidik PAUD di sana bukan dari PGTK, kebanyakan hanya otodidak, belajar dari buku, padahal ada tuntutan bahwa tenaga pendidik PAUD harus S1, kalau untuk kuliah lalu bagaimana untuk menghidupi keluarga. Semestinya program beasiswa untuk pendidik PAUD disosialisasikan secara luas. Pemetaan PAUD yang berorientasi sosial atau bisnis, mana yang mahal, mana yang murah. Ibu-ibu wali murid kadang-kadang tidak paham tentang pola PAUD yang dekat dengan dunia main……..perlu sosialisasi di kalangan Ibu PKK, bahwa pendidikan itu tidak hanya diwarnai dengan menghitung dan menulis, soalnya kadang-kadang mereka mengeluh…sekolah kok kotor, main lumpur, main air padahal itu merupakan media belajar……”
Hal tersebut juga diperkuat oleh Ibu Ir Wahyu Sriyanti,”Kenapa anak-anak kecil dibebani terlalu banyak tugas, sehingga seperti kura-kura dengan tas punggungnya….dunia anak adalah dunia bermain…………..”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar