Minggu, Mei 17, 2009

Pendidikan Barang Mahal

indosiar.com, Jakarta - Hari Senin (14/07/08) ini adalah hari pertama masuk sekolah bagi anak-anak SD, SMP dan SMA setelah libur panjang kenaikan kelas dan akhir masa studi. Teman baru, seragam baru dan tentu suasana baru.

Namun di balik itu ada perjuangan yang melelahkan dan memusingkan untuk mendapatkan bangku di sekolah favorit. Bukan hanya berdebar menanti saat pengumuman, namun juga memikirkan biaya sekolah yang semakin mahal.

Tahun ajaran baru bagi anak-anak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum selalu dipenuhi berbagai persoalan. Bukan hanya persoalan repotnya mencari sekolah, namun juga biaya masuk yang mahal.

Selama beberapa minggu terakhir, anak-anak dan orangtua murid direpotkan untuk mendapatkan bangku di sekolah favorit. Di wilayah Jakarta misalnya penerimaan siswa baru untuk sekolah negeri dengan menggunakan sistem online, sebenarnya memudahkan calon siswa untuk masuk ke sekolah yang diinginkannya.

Karena sejak pendaftaran dimulai, para calon murid dan orangtua bisa memonitor posisi masing-masing melalui internet atau melalui SMS. Sistem ini juga membuat calon murid dan orangtua harus selalu memonitor dengan perasaan berdebar, terutama bagi calon murid yang nilai ebtanasnya pas-pasan atau dibawah standar penerimaan.

Pendaftaran murid baru di DKI Jakarta sejak 3 tahun terakhir memang dikelola oleh Dinas Pendidikan berkerjasama dengan masing-masing sekolah. Sistem ini dimaksudkan untuk memudahkan calon murid untuk mendaftar dan untuk menjaga transparansi.

Setelah mendaftar, otomatis nama calon murid dan nilai NEM nya akan terpampang dalam daftar online di BSB.com. Biasanya calon murid bisa mengukur diri untuk mendaftar di sekolah berdasarkan nem minimal yang diterima tahun lalu.

Sehingga saat akan mendaftar disesuaikan dengan NEM yang dimilikinya. Masing-masing calon murid bisa memilih 5 sekolah favorit sesuai urutan prioritas. Sementara masing-masing sekolah menentukan batas nilai tertinggi dan terendah dari hasil ujian nasional.

Semakin tinggi nilai ujian nasional siswa, semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sekolah favorit. Karena biasanya sekolah favorit akan mematok nilai ujian nasional yang tinggi agar bisa masuk ke sekolah mereka.

Masing-masing sekolah memiliki daya tampung terbatas. SMU Negeri 3 misalnya, dari 2000 siswa yang mendaftar hanya 321 bangku yang tersedia. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi di seluruh wilayah DkI Jakarta terdapat 116 SMU negeri dan 58 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri.

Rata-rata setiap sekolah menerima 200 hingga 250 siswa baru setiap tahunnya, sehingga di seluruh DKI Jakarta dari ratusan ribu lulusan SMP hanya sekitar 23 ribu hingga 29 ribu siswa yang bisa masuk SMU Negeri atau SMK Negeri.

Masa pendaftaran sekolah tentu membuat sibuk kalangan orangtua, namun ketegangan, kecemasan akan berakhir saat pengumuman tiba. Bagi mereka yang diterima tentu akan sangat bergembira. Demikian juga bagi orangtuanya. Sementara bagi yang gagal tentu sangat kecewa karena mereka harus disibukkan mencari sekolah yang tentu hanya di swasta yang biasanya kadang tidak terjangkau.

Segmen 2

Pendidikan adalah sesuatu yang mutlak agar sebuah bangsa bisa maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Karena itu sejak tahun 1994, pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun. Program ini dimaksudkan agar tingkat pendidikan masyarakat semakin meningkat karena minimal harus lulus SMP. Sebelumnya jutaan anak terutama di pedesaan dan daerah terpencil yang tidak lulus Sekolah Dasar.

Namun program Wajib Belajar 9 tahun ternyata juga mendapat banyak kendala, diantaranya kurangnya daya tampung SMP, tingginya angka putus sekolah, rendahnya dukungan berbagai kalangan karena faktor geografis, ekonomi maupun budaya serta kurangnya koordinasi di tingkat daerah.

Karena itu pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan terhadap program wajib belajar 9 tahun salah satunya meningkatkan anggaran pendidikan bagi guru 20 persen sesuai dengan amanat Undang Undang.

Selai itu berbagai daerah juga berupaya membuat kebijakan sekolah gratis untuk tingkat pendidikan dasar atau untuk SD dan SMP. Berdasarkan data di Departemen Pendidikan Nasional hingga saat ini sebagian besar provinsi sudah membuat kebijakan sekolah gratis bagi sekolah negeri SD dan SMP, kecuali di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat dan Banten.

Di wilayah DKI Jakarta sendiri program sekolah gratis hingga kini masih sampai tingkat SMP. Bagi murid-murid SMU tetap harus membayar SPP, uang gedung dan uang seragam. Bahkan untuk SMP favorit uang gedung bisa mencapai 6 hingga 20 juta rupiah. Namun besaran uang gedung ditentukan oleh Komite Orangtua dan Komite Sekolah masing-masing SMU.

Mahalnya uang gedung menurut pihak sekolah adalah untuk membangun berbagai fasilitas untuk meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi murid-murid SMU di Jakarta harus bersaing dengan anak-anak SMU swasta yang fasilitasnya jauh lebih baik dan canggih.

Besaran uang SPP, seragam dan uang gedung masing-masing SMU Negeri berbeda-beda, bahkan ada sekolah yang membebaskan murid untuk membeli seragam diluar sekolah. Untuk uang SPP, SMU Negeri di DKI Jakarta berkisar antara 300 hingga 350 ribu rupiah perbulan.

Namun di DKI Jakarta anak-anak yang tidak mampu tetap ada jalan keluarnya karena ada subsidi silang. Meski demikian orangtua murid bukan hanya memikirkan biaya SPP, seragam dan uang gedung, karena harus memikirkan membeli buku, transport dan lain-lain.

Salah satu orangtua murid menuturkan, bersekolah di sekolah negeri favorit ternyata harus memiliki dana lebih untuk kebutuhan anak-anak mereka. Setidaknya setiap bulan harus menyediakan dana 1,5 hingga 2 juta rupiah untuk biaya transport, uang jajan dan biaya berbagai macam kursus.

Bagi Departemen Pendidikan pungutan pihak sekolah diluar program wajib belajar 9 tahun adalah wajar dan sah dan bukan pungutan liar. Namun demikian penetapan biaya pendidikan di bangku tingkat Menengah Atas oleh Komite Sekolah dan Komite Orangtua murid haruslah dilandasi pada azas musyawarah dan kekeluargaan.

Karena tidak semua orangtua murid di DKI Jakarta adalah orang mampu. Bahkan banyak anak-anak orang miskin yang berprestasi namun mereka tidak punya biaya bahkan untuk membayar SPP sekalipun.

Segmen 3

Biaya sekolah selalu menjadi persoalan tersendiri bagi orangtua, terutama bagi kalangan masyarakat miskin. Meskipun pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar dan memberikan SPP sekolah gratis kepada murid SD dan SMP, namun tetap saja banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya.

Berdasarkan data Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ), pada tahun 2008 di wilayah DKI Jakarta saja terdapat 676 anak SD yang putus sekolah dan 137 ribu 16 murid dari kalangan kurang mampu atau 16,2 persen dari total 843.939 seluruh murid SD baik yang bersekolah SD negeri maupun swasta.

Sementara untuk SMP terdapat 1004 siswa putus sekolah dan 22.104 siswa kurang mampu atau sekitar 6,3 persen dari jumlah siswa SMP di seluruh DKI Jakarta yang berjumlah sekitar 346.862 murid. Pada prakteknya memang tidak mudah membebaskan seluruh biaya pendidikan di tingkat Sekolah Dasar hingga sekolah lanjutan menengah atas.

Dari pantauan Anggota Komisi X DPR, perlu dana hingga 90 triliun rupiah untuk mengratiskan seluruh biaya pendidikan bagi tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.

Tahun 2008 saja, pemerintah sudah menganggarkan biaya untuk pendidikan sebesar 43 triliun rupiah padahal hingga tahun 2009 nanti anggaran yang diajukan adalah 51 triliun rupiah.

Tentu saja dana tersebut dibutuhkan untuk tiga hal pokok, yaitu peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan guru/good government serta perluasan akses.

Untuk meringankan masyarakat miskin, pemerintah juga mengucurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD dan SMP.Pada tahun 2008 nilainya mencapai 11,2 triliun rupiah.

Bantuan Operasional Sekolah digunakan untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru seperti biaya pendaftaran, pengadaan formulir, administrasi dan pendaftaran ulang, pembelian buku teks pelajaran, buku perpustakaan, pembiayaan kegiatan trimedial, pembelajaran pengayaan olahraga, kesenian dan kegiatan siswa lainnya.

Selain itu bisa juga digunakan untuk biaya ulangan harian, pembelian bahan habis pakai seperti kapur, pensil, bahan pratikum dan lain-lain serta biaya guru serta honor guru honorer.

Bahkan bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transportasi bisa juga menggunakan dana bos. Berbicara masalah pendidikan memang harus menjadi tanggung jawab kita semua.

Untuk itu sebuah Rancangan Undang Undang tentang Badan Hukum Pendidikan akan disosialisasikan Komisi X DPR yang nantinya bertujuan bagaimana pendidikan ini sudah tidak lagi menjadi barang yang ekslusive.

DPR tidak ingin melihat ada warga miskin yang tidak bisa melanjutkan sekolah, karena negara telah mengatur dan mencari jalan keluarnya
sumber: http://www.indosiar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar